Kemiskinan Warga MBR jangan dilihat dari Kondisi Atab rumah dan Lantainya.

Kemiskinan Warga MBR  jangan dilihat dari Kondisi Atab rumah dan Lantainya.


Surabaya – Turun menyapa warga Margorejo, Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony menyampaikan pemikiran-pemikirannya terhadap langkah pemulihan ekonomi warga kota Surabaya.

Data BPS sempat mencatat, indek pertumbuhan ekonomi surabaya mengalami penurunan di angka -4,85 persen tahun 2020, kemudian beranjak naik di angka 4,29 persen pada 2021. Tahun 2022 menguat drastis di angka 7,17 persen.

“Ada loncatan pertumbuhan ekonomi. Ini luar biasa, kami mengapresiasi,” ucap Thony kepada ratusan warga Margorejo yang hadir, Sabtu 4 Februari 2023, malam.

“Namun kami melihat, yang tumbuh adalah mereka yang kemarin bisa duduk diam, bertahan dan masih punya modal. Tapi banyak juga yang disuruh diam oleh pemerintah dan kemudian mati,” jelas Thony.

Ada juga yang dulu disuruh diam, masih hidup, mau jalan tapi tak memiliki modal.

Artinya, menurut Thony Legislator Partai Gerindra, Ekonomi kita masih pra bangkit atau belum bisa bangkit.

“Masih banyak masalah yang dihadapi masyarakat, dan kita mencoba untuk mencari sebuah pola bagaimana pertumbuhan ekonomi masyarakat yang sudah tinggi ini diikuti dengan pemerataan yang baik,” terang Thony di Rest Area RT3 RW1 Margorejo.

Pemkot Surabaya mengalokasikan dana 3 triliun untuk membangkitkan ekonomi dengan APBD 11 triliun di tahun 2023, tapi Thony melihat seharusnya bisa lebih dari itu, karena perputaran ekonomi di Surabaya bisa mencapai 450 triliun.

“11 triliun itu, PAD dari masyarakat. Dari restribusi, pajak dll, terutama BPD,” ungkapnya.

“Dari dana 3 triliun tersebut dialokasikan untuk beberapa hal, harapan kami masayakat bisa jeli dan bisa memanfaatkannya dengan baik,” tutur dia.

Nah, dimana dan 3 triliun tersebut bersarang? Selain dirupakan bantuan, dana tersebut juga dialokasikan untuk permodalan yang dikelola oleh BPR Surya Artha Utama milik Pemkot Surabaya.

“Ada sekitar 30 miliar dialokasikan di BPR SAU, bisa dipinjam untuk masyarakat yang butuh permodalan dengan sistem berkelompok,” kata Thony.

Pemerintah, ucap Alumni’94 Fisip UGM ini, juga mengurangi besaran pajak pada sektor usaha permakanan seperti restoran dll yang dinilai tidak ikut bertumbuh. “Anggaran yang disiapkan sekitar 60 miliar”.

Pemerintah juga berupaya mengurangi pengangguran lewat program Padat Karya. “Ada kegiatannya, tapi belum banyak menyelesaikan masalah. Karena banyak yang tidak tepat sasaran,” katanya.

Dalam hal ini, Pemerintah harus memiliki data yang akurat agar pelatihan dan pembinaan tepat sesuai potensi warga.

“Data di KTP harusnya lebih diperjelas terkait pendidikannya. Kalau sarjana ya sarjana apa, umpama STM ya STM jurusan apa. Supaya melalui Surabaya Smart City bisa dipilah-pilah pekerjaan yang dibutuhkan warga dan perlu di treatment seperti apa berdasar potensi yang ada,” papar Thony.

“Disini masih banyak yang ‘Mis’, yang nganggur banyak lulusan STM, tapi dilakukan pelatihan laundry dan menjahit. Maka kami mendorong pemkot untuk melakukan pendataan besar-besaran yang melibatkan warga masyarakat, supaya penerapan kebijakan bisa lebih tepat,” tambahnya.

Pada kesempatan yang dihadiri jajaran LPMK, RW dan RT tersebut, AH Thony juga melihat kebingungan warga yang tempo hari mendapat permakanan namun sekarang dihapus.

“Kriteria Keluarga miskin dari pusat dan Pemkot campur aduk, sehingga dari 33 ribu permakanan yang disalurkan menjadi hanya 18 ribu,” terang Thony.

“Kebingungan ini yang banyak ditanyakan setiap kami turun ke warga,” sambungnya.

Dari sekian permasalahan dan kondisi, Thony melihat hanya para MBR atau GAMIS yang menjadi perhatian pemerintah.
Thony mencontohkan, kriteria keluarga miskin adalah berpenghasilan 1 juta, tidak punya sepeda motor, kriteria lantai dan atap rumah.

“Padahal ada warga yang penghasilannya cuma 1,5 juta, hanya punya motor tua untuk kerja. Bahkan ada juga warga kertajaya yang rumahnya bagus tapi tidak bisa makan, bangkrut akibat pandemi,” tanya Thony.

“Maka dari itu, perlu ada pendataan lebih mendalam, jangan hanya terpaut lantai dan atap rumah yang jadi patokan kemiskinan,” tandasnya.
(Tot)

Posting Komentar

0 Komentar

-------- PASANG IKLAN ANDA 1 --------
-------- PASANG IKLAN ANDA 2 --------
-------- PASANG IKLAN ANDA 3 --------
To Top